Sabtu, 02 April 2011

askep abses paru


A. PENGERTIAN 
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnosea sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru.
B. ETIOLOGI
Pendapat dari Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) tentang penyebab abses paru sesuai dengan urutan frekuensi yang ditemukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah:
  1. Infeksi yang timbul dari saluran nafas (aspirasi)
  2. Sebagai penyulit dari beberapa tipe pneumonia tertentu
  3. Perluasan abses subdiafragmatika
  4. Berasal dari luka traumatik paru
  5. Infark paru yang terinfeksi
Pravelensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernafasan, mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, tenggorokan, termasuk kuman aerob dan anaerob seperti Streptokok, Basil fusiform, Spirokaeta, Proteus, dan lain-lain.
Finegold SM dan Fishman JA (1998) mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89% adalah kuman anaerob. Asher MI dan Beadry PH (1990) mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah stapillococous aureus.
Kuman penyebab abses paru menurut Asher MI dan Beadry PH (1990) antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Staphillococcus aereus: Haemophilus influenzae types B, C, F, and nontypable; Streptococcus viridans pneumoniae; Alpha-hemolytic streptococci; Neisseria sp; Mycoplasma pneumoniae
  2. Kuman Aerob: Haemophilus aphropilus parainfluenzae; Streptococcus group B intermedius; Klebsiella penumonia; Escherichia coli, freundii; Pseudomonas pyocyanea, aeruginosa, denitrificans; Aerobacter aeruginosa Candida; Rhizopus sp; Aspergillus fumigatus; Nocardia sp; Eikenella corrodens; Serratia marcescens
  3. Sedangkan kuman Anaerob: Peptostreptococcus constellatus intermedius, saccharolyticu;s Veillonella sp alkalenscenens; Bacteroidesmelaninogenicus oralis, fragilis, corrodens, distasonis, vulgatus ruminicola, asaccharolyticus Fusobacterium necrophorum, nucleatum Bifidobacterium sp.
Sedangkan Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut menurut Hammond et al (1995) adalah:
  1. Anaerob: Provetella sp; Porphyromonas sp; Bacteroides sp; Fusobacterium sp; Anaerobi
  2. c cocci: Microaerophilic streptococci; Veilonella sp; Clostridium sp; Nonsporing Gram-positive anaerobes.
  3. Aerob: Viridans streptococci; Staphylococcus sp; Corynebacterium sp; Klebsiella sp; Haemophilus sp; Gram-negative cocci
Sedangkan menurut Finegold dan Fishmans (1998), Organisme dan kondisi yang berhubungan dengan Abses paru:
  1. Bacteria Anaerob; Staphylococcus aureus, Enterbacteriaceae, Pseudomanas aeruginosa streptocicci, Legonella spp, Nocardia asteroides, Burkholdaria pseudomallei
  2. Mycobacteria (often multifocal): M. Tuberculosis, M. Avium complex, M. Kansasii.
  3. Fungi: Aspergillus spp, Mucoraceae, Histoplasma capsulatum, Pneumocystis carinii, Coccidioides immitis, Blastocystis homini
  4. Parasit: Entamoeba histolytical, Paragonimus westermani, Stronglyoides stercoralis (post-obstructive)
C. FAKTOR PREDISPOSISI
  1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan. Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan kanker paru yang terinfeksi
  2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia
  3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi abses tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segment apikal lobus superior atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.
Abses paru baru akan timbul bila mikroorganisme yang masuk ke paru bersama-sama dengan material yang terhirup. Material yang terhirup akan menyumbat saluran pernafasan dengan akibat timbul atelektasis yang disertai dengan infeksi. Bila yang masuk hanya kuman saja, maka akan timbul pneumonia.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu:
  1. Panas badan Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.
  2. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe)
  3. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.
  4. Nyeri yang dirasakan di dalam dada
  5. Batuk darah
  6. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.
E.  PATHOFISIOLOGI
Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut:
  1. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain misal abses hepar.
  2. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses peradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.
  3. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial.
  4. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.
Sedangkan menurut Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) adalah:
Bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela Pneumonia sebagai kuman komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran pernafasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan saluran nafas menurun sehingga terjadi keradangan. Proses keradangan dimulai dari bronki atau bronkiol, menyebar ke parenchim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi. Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan berubah menjadi proses yang kronis atau menahun.

G.  PEMERIKSAAN PENUNJANG
  1. Laboratorium
    1. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
    2. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.
    3. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis serta tujuan therapi.
    4. Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2 dalam darah arteri
  2. Radiologi
    Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi. Sedangkan gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.
  3. Bronkoskopi
    Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
H.  PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru :
  1. Medika Mentosa Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33%, pada era antibiotika maka tingkat kematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin, pada saat ini dijumpai peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikirkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan Ī² Lactamase inhibitase pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru. Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
  2. Drainage
    Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru. Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
  3. Bedah
    Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
    1. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.
    2. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
    3. Infeksi paru yang berulang
Adanya gangguan drainase karena obstruksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar