Minggu, 17 April 2011

askep kehilangan


A. Definisi
Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Ada kehilangan yang bersifat metrasional yaitu kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya. Ada pula kehilangan yang bersifat situasional, yaitu kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang dicintai.
S. Sundeen (1995:426) menyatakan :
Loss of attachment: The loss may be real or imagined and may include the loss of love, a person, physical functioning, status or self esteem. Many losses take on importance because of their symbolic meaning. May involve the loss of old friends, warm memories, and neighborhood associations. The ability to sustain, integrate and recover from loss, however is a sign of personal maturity and growth.
Kehilangan dapat dikelompokkan menjadi lima kategori.
1. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang, rusak karena bencana alam, berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam.
2. Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangan ini berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal misalkan pindah tempat kos, pindah rumah.
3. Kehilangan orang terdekat
Kehilangan dari attachment (kedekatan seseorang terhadap orang lain yang dianggap penting), merupakan kehilangan yang mencakup kejadian nyata atau hanya khayalan (yang diakibatkan persepsi seseorang terhadap kejadian), seperti kasih sayang, kehilangan orang yang berarti (kehilangan orang tua, kehilangan pasangan, anak, teman kerja, dll), fungsi fisik, harga diri. Banyak situasi kehilangan dianggap sangat berpengaruh karena memiliki makna tinggi. Dapat pula mencakup kehilangan teman lama, kenangan yang indah, tetangga yang baik. Kemampuan seseorang untuk bertahan, tetap stabil, dan bersikap positif terhadap kehilangan, merupakan suatu tanda kematangan dan pertumbuhan.
4. Kehilangan aspek diri
Kehilangan ini mencakup kehilangan pada aspek tubuh seperti kehilangan mata, kehilangan kaki, kehilangan payudara dll.
5. Kehilangan hidup
Kehilangan ini mencakup kehilangan hidup yaitu suatau keadaan dimana manusia merasakan keadaan saat-saat sebelum dia meninggal.
B. Proses Kehilangan
1. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna positif – melakukan kompensasi dengan kegiatan positif – perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
2. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri – muncul gejala sakit fisik.
3. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu – kompensasi dengan perilaku konstruktif – perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu – kompensasi dengan perilaku destruktif – merasa bersalah – ketidakberdayaan.
D. Prespektif Agama Terhadap Kehilangan
Dalam prespektif agama saat meghadapi kehilangan manusia diharuskan untuk sabar, berserah diri, menerima dan mengembalikannya kepada Allah karena hanya Dia pemilik mutlak segala yang kita cintai dan manusia bukanlah pemilik apa-apa yang diakuinya. Sebagai firman Allah:
“Dan sungguh kami akan memberikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang sabar, yaitu ketika mereka ditimpa musibah mereka mengucapkan kami adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah, mereka akan mendapat berkah dan rahmat dari Tuhan mereka”.
E. Fase-fase Kehilangan
*Fase kehilangan menuru Engel:
1. Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat berupa pingsan, diare, keringat berlebih.
2. Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah, frustasi dan depresi.
3. Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke berkembangnya keasadaran

*Fase berduka menurut kubler-Rose adalah :
1. Fase Pengingkaran (denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
2. Fase Marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Fase Tawar Menawar(bergaining)
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”.
4. Fase Depresi(depression)
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5.Fase Penerimaan (acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat kepada objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang lain yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau “apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh”.
Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi maka akan sulit baginya masuk pada fase penerimaan.
Fase berduka menurut Rando
1. Penghindaran
pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan
2. Konfrontasi
pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
3. Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien belajar hidup dengan kehidupan mereka.


1. Pengkajian
Faktor Predisposisi
Faktor prdisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
Genetic
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
Kesehatan Mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991)
Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
Faktor Presipitasi
Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat, kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya.
Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti: menangis atau tidak mampu menangis, marah-marah, putus asa, kadang-kadang ada tanda-tanda bunuh diri atau ingin membunuh orang lain. Juga sering berganti tempat mencari informasi yang tidak menyokong diagnosanya.
Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Potensial proses beduka yang tidak terselesaikan sehubungan dengan kematian ibu.
2. Fiksasi berduka pada fase depresi sehubungan dengan amputasi kaki kiri.
3. Potensial respon berduka yang berkepanjangan sehubungan dengan proses berduka sebelumnya yang tidak tuntas.
3. Perencanaan
Tujuan jangka panjang : agar individu berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.
Tujuan jangka pendek : pasien mampu :
1. Mengungkapkan perasaan duka
2. Menjelaskan makna kehilangan atau orang atau objek
3. Membagi rasa dengan orang yang berarti
4. Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai
5. Membina hubungan baru yang bermakna dengan objek atau orang yang baru
4. Prinsip Tindakan Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan
1. Bina dan jalin hubungan saling percaya
2. Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya
3. Identifikasi kemungkinan factor yang menghambat proses berduka
4. Kurangi atau hilangkan factor penghambat proses berduka
5. Beri dukungan terhadap respon kehilangan pasien
6. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
7. Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy
8. Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :
a. Fase Pengingkaran
· Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
· Menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa.
· Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian.
b. Fase marah
  • Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
c. Fase tawar menawar
  • Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.
d. Fase depresi
  • Mengidentifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
  • Membantu pasien mengurangi rasa bersalah.
e. Fase penerimaan
  • Membantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan.

5. Prinsip Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan
1. Memberi dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak selama masa berduka.
2. Menggali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.
3. Membantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang diperhatikan oleh orang lain.
4. Mengikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.


6. Prinsip Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan (Kematian Anak)
1. Menyediakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2. Menganjurkan pasien untuk memegang/melihat jenasah anaknya.
3. Menyiapkan perangkat kenangan.
4. Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5. Menjelaskan kepada pasien/keluarga ciri-ciri respon yang patologis serta tempat mereka minta bantuan bila diperlukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar