Senin, 04 April 2011

askep hipertensi


A.    Pengertian
         Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg (Smith Tom, 1995).
         Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 95 mmHg (WHO, 2003).
         Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah (Mansjoer, 2000).
         Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001).
         Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, seringkali dapat diperbaiki (Doenges, 2000).
         Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih (Barbara Hearrison 1997).
         Dari enam pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah yang persisten diatas batas normal yang disepakati, yaitu tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah.

A.    Etiologi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1.      Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, stress lingkungan, hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca interselular, dan factor-faktor yang meningkatkan risiko seperti; obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
2.      Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain (Mansjoer, A.,1999).
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
B.     Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struckural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
A.    Patogenesis
Hipertensi merupakan penyakit dengan penyebab yang multifactor, diantaranya:
1.      Asupan garam berlebih dapat menyebabkan peningkatan volume cairan. Sedangkan peningkatan volume cairan menyebabkan peningkatan preload yang berakibat tekanan darah meningkat.
2.      Jumlah nefron yang berkurang dapat menyebabkan retensi natrium ginjal dan penurunan permukaan filtrasi. Apabila terjadi retensi urin pada ginjal volume cairan akan meningkat sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
3.      Stress akan berakibat pada penurunan permukaan filtrasi, aktivitas saraf simpatis yang berlebih serta produksi berlebih renin angiotensin. Aktivitas saraf simpatis yang berlebih mengakibatkan peningkatan kontraktilitas sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Produksi renin angiotensin yang berlebih mengakibatkan konstriksi fungsionil dan hipertrofi struktural sehingga tekanan darah dapat meningkat.
4.      Perubahan genetis dapat menyebabkan perubahan pada membrane sel sehingga terjadi konstirksi fungsionil dan hipertrofi struktural, akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah.
5.      Obesitas juga dapat meningkatkan tekanan darah karena pada obesitas terjadi hiperinsulinemia yang dapat menyebabkan hipertrofi struktural. Akibat adanya hipertrofi struktural, maka terjadilah peningkatan tekanan darah.
6.      Bahan-bahan yang berasal dari endotel juga dapat menyebabkan konstriksi fungsionil dan hipertrofi struktural yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.   
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
1.      Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
2.      Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis.  Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah
3.      Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat
Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran,
banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun.

B.     Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi antara lain sebagai berikut:
1.      Tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg
2.      Pada mata, pembuluh darah retina menjadi tipis, licin atau bisa hemorragi (pada pemeriksaan opthalmoskop)
3.      Sakit kepala, rasa berat ditengkuk, muka pucat, insomnia, malaisie, nausie, dan vomitus
4.      Terdapat sesak nafas pada klien yang mengalami gagal jantung
5.      Oedema perifer jika terdapat pada gagal jantung kanan
6.      Pasien mengeluh palpitasi
7.      Pasien menjadi pelupa dan lekas marah
8.      Bisa terjadi epistaksis, akibat penambahan tekanan pada sistem sirkulasi

C.     Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Hemoglobin / Hematokrit: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti; Hipokoagulabilitas, Anemia
b.      BUN / kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal
c.       Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Mellitus adalah pencetus Hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin
d.      Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan adanya Diabetes Mellitus
2.      Pemeriksaan Radiologi
a.       CT Scan : mengkaji adanya Tumor Serebral, Encelopati
b.      EKG: dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini Penyakit Jantung dan Hipertensi
c.       IUP: mengidentifikasikan penyebab Hipertensi seperti; Batu ginjal dan perbaikan ginjal
d.      Photo dada: menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup dan adanya pembesaran jantung

D.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan (pencegahan dan pengobatan) Hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1.      Penatalaksanaan Non Farmakologis
a.       Pola hidup: menghentikan merokok, menurunkan konsumsi alkohol berlebih, dan mengurangi stress
b.      Diet: menurunkan asupan garam, menurunkan asupan lemak, dan meningkatkan konsumsi buah dan sayur
c.       Aktivitas: olahraga teratur, penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah karena menyebabkan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar aldosteron dalam plasma.
2.      Pentalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti Hipertensi yaitu:
a.       Mempunyai efektivitas yang tinggi
b.      Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal
c.       Memungkinkan penggunaan obat secara oral
d.      Tidak menimbulakn intoleransi.
e.       Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien
f.       Memungkinkan penggunaan jangka panjang
Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi rennin angitensin.

E.     Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit Hipertensi antara lain:
1.      Kegagalan jantung sekunder terhadap peningkatan kerja jantung dan isufisiensi koroner relatif atau absolute
2.      Timbulnya atheroma, terutama di dalam arteri serebral atau koroner dengan sindrom-sindrom yang diakibatkan oleh oklusi vaskuler
3.      Nekrosis vaskuler akut yang diakibatkan oleh peninggian tekanan diastolik yang cepat dan terus-menerus (biasanya lebih dari 130 mmHg) dapat menimbulkan komplikasi yang disebut sebagai fase maligna dengan perdarahan, eksudat dan oedema papil didalam fundus, gangguan visual dan gejala-gejala sistem saraf pusat dan ensephalopati hipertensif (gagal ginjal)
4.      Stroke hemorragik
5.      Dissecting aorta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar